Subscribe:

Selasa, 21 Februari 2012

Manusia dan Keadilan

BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Pada umumnya, manusia mendambakan akan adanya suatu yang adil dalam kehidupannya. Baik adil secara individual maupun secara social. Rata-rata manusia mendambakan suatu keadilan secara berlebihan. Buktinya ketika seseorang telah mendapatkan bagian dari haknya, mereka masih berusaha untuk yang lebih dari yang mereka dapatkan. Ini jelas-jelas telah terbukti.
Faktanya orang yang duduk digedung pemerintahan kebanyakan mereka mengambil bagian orang lain yang bukan menjadi haknnya (korupsi). Ini jelas-jelas telah mencerminkan suatu sikap yang tidak adil.
Keadilan merupakan sesuatu yang kerap terdengar di telinga kita. Seorang penguasa negara, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya, semuanya menyerukan dan menginginkan suatu keadilan. Tidak hanya itu, bahkan mereka juga dituntut untuk menegakkan suatu keadilan. Nah, keadilan seperti apakah yang sebenarnya diharapkan dapat terwujud dalam sendi-sendi kehidupan ini?.
Pada dasarnya keadilan itu adalah suatu keselarasan dan keharmonisan antara hak dan kewajiban. Yang mana orang dikatakan berbuat adil ketika ia benar-benar telah melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan apa yang dibebankan, dan kemudian baru orang itu bersedia menerima apa yang sudah menjadi haknya. Oleh karena itu keduanya tidak dapat dipisahkan. Jika orang hanya menuntut haknya saja, maka dapat dikatakan ia telah memperbudak orang lain. Begitu juga sebaliknya, jika ia melaksanakan kewajibannya semata, dan tidak mau menerima haknya, maka ia telah siap diperbudak orang lain.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Keadilan?
2.      Apa makna yang terkandung dalam keadilan?
3.      Apa saja macam-macam keadilan?
4.      Apa itu kejujuran?
5.      Bagaimana hakikat kejujuran?
6.      Apa itu kecurangan?
7.      Mengapa manusia melakukan kecurangan?

BAB II
Pembahasan
A.    Pengertian Keadilan
1.      Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka sebaiknya kita wajib mempertahankan hak hidup dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Hal ini disebabkan oleh karena orang lain pun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita pun mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain itu untuk mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak, dan menjalankan kewajiban.
Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah kepada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula, jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya, kita menuntut kenaikan upah; sudah tentu kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja itu. Apabila kita menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang mereka terima.
Berbicara tentang keadilan, kita tentu segera ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila, berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tentu Anda hafal kalimat itu. Akan tetapi, apa arti, “adil” dan “keadilan”, besar kemungkinan Anda tidak dapat segera menjawabnya. Sebab pengertian “adil” dan “keadilan” itu sampai detik ini belum dirumuskan secara jelas. Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu tampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Selanjutnya, untuk mewujudkan keadilan sosial itu, dirinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni[1] :
1.       Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.      Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3.      Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4.      Sikap suka bekerja keras.
5.      Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan/ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu, keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti seni drama, seni puisi, novel, musik, film, filsafat dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi orang “main hakim sendiri”. Perbuatan itu sama halnya dengan mencapai keadilan sendiri, yang akibatnya ketidakadilan bagi yang dihakimi.
Ada berbagai macam keadilan dalam masyarakat, keadilan legal, keadilan distributif, dan keadilan komutatif. Pada hakikatnya keadilan-keadilan tercipta untuk mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan sentosa.[2]
2.      Keadilan Individual
Yaitu keadilan yang tergantung pada kehendak baik-buruk seseorang. Misalnya sebagai seorang dosen harus memberikan nilai yang adil dengan ukuran/kriteria yang sama untuk tiap-tiap hasil pekerjaan mahasiswa. Hakikatnya adalah pemberian hak dan kewajiban yang sama pada setiap orang.

3.      Keadilan Sosial :
Yaitu keadilan yang pelaksanaannya tergantung pada struktur sosial di luar individu, seperti kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya dan ideologi. Misalnya ada segelintir golongan masyarakat yang kaya sementara ma"syarakat yang lain miskin. Setelah diselidiki ternyata sistem sosial-politik-ekonomi-budaya menghalalkan hadirnya bentuk “monopoli”. Si miskin menjadi miskin, si kaya menjadi kaya karena kondisi sosial-politik-ekonomi-budaya.[3]
Franz Magniz-Suseno mensinyalir bahwa bila di suatu tempat ada orang yang miskin sekali dan ada orang yang kaya sekali maka dapat diperkirakan bahwa kondisi/struktur masyarakat (struktur sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain) tidak mampu menjamin ditegakkannya keadilan sosial. Maka untuk menegakkan keadilan sosial masalahnya adalah bagaimana bekerjanya suatu sistem  dalam struktur masyarakat yang nantinya berpengaruh pada kemampuan individu untuk mencapai haknya seperti hak untuk mencapai kesejahteraan, memperoleh perlindungan hukum, hak untuk bebas beribadah, hak untuk memilih partainya dengan bebas, dan sebagainya.

B.     Makna Yang Terkandung Dalam Keadilan
Ketika kita berbicara mengenai keadilan berarti kita berbicara pada semua orang, karena semua orang mendambakan akan hadirnya suatu keadilan. Terkadang orang merasa iri terhadap orang lain ketika orang melihat keberhasilan orang lain (secara materi). Tetapi orang yang merasa kecukupan akan suatu materi tetapi dia kurang merasakan suatu kebahagiaan dan iri terhadap orang miskin yang notabennya orang-orang yang kurang berhasil tetapihidup mereka terasa bahagia dan damai.
Orang yang seperti itu sebenarnya dia belum mengetahui makna kata adil yang sebenarnya. Adil merupakan suatu perbuatan yang memberikan sama rata sama rasa. Dimana semua elemen manusia bisa merasakan suatu yang sama dalam artian sama-sama terpenuhi haknya. Tetapi dalam memenuhi haknya pastinya aka nada sesuatu yang kurang terhadap hal yang lain. Karena dalam konsep ini Allah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan dimana manusia tersebut dianjurkan untuk saling tolong menolong dalam hidupnya.
Ketika orang telah menyadari hal tersebut, seyogyanya orang tersebut telah paham mengenai konsep suatu keadilan yang akan memberikan suatu perdamaian dan ketentraman tanpa adanya suatu perselisihan dikalangan masyarakat. Adil akan memberikan suatu kehidupan yang tentram dimana semua hak manusia terpenuhi dan kecurigaan dikalangan pemerintah tidak terjadi. Dan akan berujung pada penyatuan umat manusia.

C.    Macam-Macam Keadilan
1.      Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.


2.      Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, juster hal tersebut tidak adil.

3.      Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.

D.    Pengertian kejujuran dan Hakikat kejujuran
Berbicara tentang keadilan hambar rasanya jika kita tidak membicarakan mengenai kejujuran. Karena keadilan dapat tercapai jika ada sikap jujur. Kejujuran adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi manusia, fenomena tentang kejujuran pun selalu kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Namun masih banyak orang yang tidak tahu ataupun tahu namun sekedar samar-samar saja mengenai  apa itu arti jujur. Sungguh ironis memang hal yang sangat penting tapi kita hanya tahu artinya secara samar-samar.
Kejujuran menurut bahasa berasal dari kata jujur yang berarti lurus hati atau tidak curang, sehingga kejujuran menurut bahasa ialah kelurusan hati atau ketulusan hati.[4] Sedangkan menurut istilah, kejujuran biasa diartikan sebagai kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang, bila seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomenamaka orang itu akan mendapatkan gambaran tentang sesuatu itu. Bila seseorang itu menceritakan fenomena tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada perubahan atau tambahan. Pengertian jujur tidak cukup sampai disini saja, karena jujur mempunyai arti yang sangat luas. Jujur juga diartikan menepati janji atau kesanggupan, baik yang telah terlahir dalam kata-kata ataupun yang masih di dalam hati atau niat. Secara agama jujur berarti seseorang yang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama maupun hukum. Jadi kejujuran itu menyangkut dua aspek yaitu hati nurani dan perbuatan (baik berupa perkataan maupun tingkah laku).
Di zaman sekarang kejujuran merupakan suatu hal yang sangat berarti dan langka. Bahkan tak jarang kita mendengar kata-kata “sopo jujur ajur”. Kejujuran terkadang memang menyakitkan, namun lebih menyakitkan lagi kalau kita tidak jujur karena satu kebohongan menuntut seribu kebohongan selanjutnya. Manusia yang tidak bermoral akan melakukan apa saja untuk memenuhi nafsunya bahkan dengan memanipulasi kejujuran. Menurut mereka seperti itu akan mendatangkan kebahagiaan namun mereka tak sadar telah menjerumuskan diri mereka ke lubang kenistaan. Kebahagian yang diawali dengan kebohongan tidak akan bertahan lama, karena dengan berjalannya waktu kebohongan itu akan terungkap dan kita pun tak akan mendapatkan ketentraman dalam hidup.
Orang bodoh yang jujur itu jauh lebih baik dari pada orang pandai yang lancung. Barang siapa tidak dapat dipercaya perkataannya, atau tidak menepati  janji atau kesanggupannya maka ia adalah orang yang munafik (pura-pura, mendua hatinya) sehingga tidak akan mendapatkan belas kasihan Tuhan.[5]
Pada hakekatnya kejujuran itu dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, keberanian menegakkan kebenaran serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Kesadaran moral adalah kesadaran kita terhadap diri kita sendiri karena kita melihat diri kita berhadapan dengan hal baik dan buruk. Di situ kita dihadapkan kepada pilihan antara yang halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini, kita melihat sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal kejujuran dan ketidak jujuran, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil, dan sebagainya.[6]
Penyebab ketidak jujuran itu sangat beragam, mungkin karena tidak rela, pengaruh lingkungan, sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, sopan santun dan untuk mendidik. Ketidakjujuran sangat luas kawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk.

E.     Pengertian kecurangan
Kecurangan merupakan istilah lain dari ketidakadilan, yang mana merupakan bentuk tidak terpuji. Dalam keadilan terdapat asas persamaan yang dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang sama sesuai dengan kesamaanya dan memberikan yang beda sesuai dengan perbedaanya. Lain halnya dengan kecurangan yitu setiap perlakuan yang tidak menghormati hak-hak manusia. Kecurangan dapat dikatakan sebagai suatu kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.
Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan dengan cara tidak adil/curang.

F.     Sebab-sebab orang melakukan kecurangan
Ketidakadilan / kecurangan timbul karena sebab- sebab tetentu. Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang melatar belakangi adanya kecurangan yaitu:
1.      Kecurangan terjadi dalam kehidupan bersama
Sebagai suatu fenomena manusiawi yang universal, tentu kehidupan bersama manusia bukan suatu yang kebetulan, melainkan suatu yang mempunyai dasarnya didalam kemanusiaan manusia, di dalam humanitas manusia.[7]
2.      Kecurangan terjadi karena adanya kebebasan dan kemampuan manusia dalam merancang kehidupanya
Setiapa manusia mempunyai kebebasan dalam merancang kehidupanya sehingga setiap individu ingin menjadi dirinya sendiri di dalam anyaman kehidupan bersama. Dengan hidup yang bebas itulah sehingga timbul ketidak adilan karena manusia ingin mengekspresikan jati dirinya. Setiap individu selalu berbeda dalam menentukan alur kehidupan.
3.      Kecurangan tejadi karena adanya dialektika kehidupan manusia
Merancang dan melaksanakan kehidupan adalah satu prinsip yaitu prinsip dalam kemanusiaan manusia. Dapat diktakan bahwa dengan keadaan yang demikian, kehidupan manusia terwujud secara dialektis.
Dapat diketahuai bahwa dalam pelaksanaan dialektika selalu mendatangkan kewadaan yang didalamnya terjadi ketidakseimbangan yaitu individu dikorbankan kemanusiaanya oleh kebersamaan,dan individu dikorbankan oleh individu lain. Sehingga masalah keadilan dan ketidakadilan adalah masalah yang menyentuh martabat manusia.
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan,
yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
  1. Greed (keserakahan)
  2. Opportunity (kesempatan)
  3. Need (kebutuhan)
  4. Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).[8]


BAB III
Kesimpulan

Dari uraian diatas jelas sudah pembahasan mengenai manusia dan keadilan. Dimana manusia adalah makhluk yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan dalam bentuk yang berpasang pasangan. Dimana manusia ada yang baik juga ada yang jelek, ada yang pandai juga ada yang bodoh , dll. Ini semua merupakan suatu konsep keadilan yang hakiki secara kodrat tuhan. Keadilan menurut para pandangan tokoh yaitu keadilan yang sama rata sama rasa dan terpenuhinya semua hak-hak manusia.
Hubungannya dengan manusia adalah hubungan yang sangat erat sekali yang tidak dapat dipisahkan dengan apa pun. Manusia tanpa keadilan maka kehidupannya tidak akan tentran. Karena unsur pertama dari kehidupan adalah keadilan. Karena keadilan memberikan suatu perdamaian dan persatuan dikalangan manusia.

Daftar Pustaka
Hariyono. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar.(Yogyakarta: Kanisius.1996.
M. Munandar Soelaeman. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung : PT Rafika Aditama. 2001.
m. habib Mustapa. Ilmu Budaya Dasar kumpulan esay manusia dan budaya. Surabaya: Usaha Nasional. 1989.
 Notowidagdo,Rohiman.Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadits.Jakarta:RajaGrafindo Persada.1997.
Suyadi M.P., Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar, Depdikbud, 1984,
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985.
Widagdho, Djoko.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Bumi Aksara.1994
Burhan D. Magenda, “Aspek Keadilan Sosial dalam Kebudayaan Politik Indonesia, Beberapa Pendekatan Teoritis, dalam Ismid Hadad (ED), Kebudayaan Politik dan Keadilan Sosial, LP3ES, Jakarta,1979.
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc.



[1] Notowidagdo,Rohiman.Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadits.(Jakarta:RajaGrafindo Persada.1997) hal. 133
[2] Ibid, hal.10
[3] Hariyono. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar.(Yogyakarta: Kanisius.1996) hal. 104-105.
[4] W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hal.424.
[5] Drs. Djoko Widagdho,dkk, Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal.116.
[6] Drs. Suyadi M.P., Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar, Depdikbud, 1984, hal.13.
[7] M. munandar Soelaeman. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung : PT Rafika Aditama. 2001. Hal. 95.
[8] www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc

0 komentar:

Posting Komentar